Thursday, August 5, 2010

On His Wedding Day

~you're so beautiful girl...~

Ponselku berbunyi. Panggilan masuk. Ronald.

"Halo 'Nald?" sapaku ringan.
"Morning Felice," balasnya manis. Terlalu manis.
"Selamat pagi, Ronald. Ada apa pagi-pagi gini telepon aku?" tanyaku curiga.
"Hari ini aku married, Felice..." suara Ronald terdengar mengambang.
"Yap," sambarku cepat.
"Today's my wedding day..."
"Iya, iya, aku tau," jawabku tak sabar, "aku udah terima undangannya, Ronald Jelek. Kan waktu itu kamu sendiri yang ngasih ke aku."
"Are you coming?"
"Of course, I'm coming to your wedding, no matter what!" kataku mantap.
"Don't."
"Maksud kamu?"
"Don't go there. Don't go to the wedding."
"Why not?"
"Because I'm not coming."
"Ronald Wangsamulia! What's in your mind? Why aren't you coming to your wedding? YOUR VERY OWN WEDDING. Hari ini adalah hari yang sudah kamu nanti-nantikan. Kamu udah berbulan-bulan mempersiapkan acara hari ini. Dan kamu gak mau datang? What on earth is going on in your mind? Have you lost your mind?"
Tak ada jawaban. Hanya sunyi.

"Give me one reason. One damn good reason why I should come to that wedding," pintanya lemah.
"THAT wedding? It's YOUR WEDDING, Nald!" seruku berapi-api. Tak mengerti apa yang terjadi di dalam kepala sahabatku itu.
"Yeah, whatever. Just give me a reason," jawabnya keras kepala.
"Err, because you love that lady and you've always wanted her to be your wife?"
"It ain't good enough."
Aku hampir meledak mendengar jawabannya.
"I have always been in love with you, Felicity Natasha Widjaja," katanya lemah.
Sunyi. Aku tak sanggup mencerna apa yang Ronald katakan barusan.

"Yeah, kamu gak pernah tahu itu. I've always been in love with you. Even now. That's why I can't come to my own wedding. Aku sayang kamu, Felice.." Ia melanjutkan dengan lemah.
"Ta-tapi, kenapa? Kenapa kamu baru bilang sekarang? At the very last moment?" tanyaku setelah berhasil mengenyahkan dingin yang tiba-tiba membekukan lidahku.
"Apa bedanya? Memang bakal ada bedanya kalau aku bilang ini kemarin, bulan lalu, atau tujuh tahun yang lalu, ketika aku pertama kali menyadari perasaan ini?"
"Ada lah bedanya!" seruku tiba-tiba.
"Apa?" tanyanya terkejut.
"Aku bisa bilang ke kamu bahwa aku gak bisa membalas cintamu dan kamu harus melanjutkan hidupmu."
"Hahaha... Sudah kuduga kamu bakal ngomong kayak gitu..."
"Yeah, you know me way too well."
"Yeah, seven years of loving me makes me who I am today."
"Including making you a coward?"
"Hah?" Ada nada shock di dalam suaranya.
"Yap, Ronald Wangsamulia yang aku kenal, mungkin adalah seorang cowok playboy cap duren yang bersaing dengan Casanova, tapi dia bukan pengecut. He's way better than you!"
Tak ada balasan dari seberang sana. Mungkin ia shock mendengar perkataanku.
"Ronald, you might be a jerk, but you ain't a coward," tandasku mantap.
Tak ada jawaban.

"I'm calling it off," katanya tiba-tiba.
"Apanya?"
"The wedding."
"H-h-how? WHY?"
"Because I love you."
"So?"
"Aku nggak mau hidup tanpa kamu Felice... I can't live without you..." katanya lirih.
"Kamu udah mencintai aku selama 7 tahun ini, dan tiba-tiba kamu bilang kamu gak bisa hidup tanpa aku? Helloooww... Have you imagine of letting go a beautiful fine lady who loves you so much in her wedding gown, on her wedding day? I know you're way better than that. It's really stupid of you for even thinking of that, Nald.
"Aku gak pernah merasa malu bersahabat dengan orang-orang yang dicap brengsek, Nald. Gak pernah, sampe saat ini. Karena mereka gak pernah menjadi orang yang pengecut," kataku. Pahit, mengingat akhir pekan kami selama setahun terakhir ini yang terfokus untuk mempersiapkan hari besar ini.

"Kamu yakin mau membatalkan pernikahan ini? Lalu, apa yang akan kamu lakukan, Nald?" tanyaku akhirnya, tak tahan dengan muram yang menggantung.
"Aku gak tahu, Liz.. Bener-bener gak tau apa yang harus kulakukan. Tell me what to do, would you?"
"Lakukan apa yang menurut kamu benar, Nald. Aku gak bisa menentukan apa yang harus kamu lakukan. Ini hidupmu yang kamu pertaruhkan."
"Aku merasa adalah suatu kesalahan kalau aku tetap menikah hari ini."
"Dan adalah kesalahan besar kalau kamu gak jadi menikah hari ini. Kamu akan menghancurkan hati Angel. She might not perfect, tapi menurutku, dia adalah wanita yang baik dan sangat cocok untukmu. Dia mau berusaha memahami kamu, dan dia juga gak pernah menyerah menghadapi sifat-sifatmu. Sampai saat ini. Kalau kamu benar-benar meninggalkan dia, kamu akan kehilangan banyak hal, Nald. Too many."
"I know, I just don't think that I'm doing it for the right reason, Liz.."
"Then find one."
"I can't, that why I asked you to give me one."
"Yes, you can, Nald.. Kamu tahu kan, sesungguhnya kamu sayang sama Angel kan?"
"Yes, I do..." muram masih terus menggantung di wajah itu. "What should I do?"
"You gotta figure it out by yourself. Kamu masih punya waktu 5 jam sebelum upacara pernikahan kamu. Pulang, dan pikirkan baik-baik.. I'll see you in 5 hours?"
Ia terdiam, tak menjawab. Kemudian kembali sepi..

Apapun keputusanmu, aku doakan itu adalah yang terbaik untuk semuanya, terutama untukmu.

Monday, August 2, 2010

Senja di desa

Senja di desaku selalu tampak indah
mentari yang bulat kemerahan
meninggalkan corak merah di langit cerah
bagai gurat rindu yang takkan berlalu

Senja di desaku selalu tampak indah
karena sendu yang menggugu
membawa rindu yang membiru
akan suatu masa yang telah lalu

Senja di desaku selalu tampak indah
dahulu dan kini
ketika kuberanjak pergi ke kota gempita yang tak hirau akan senja

020810.1022